BELAJAR ISTIQOMAH BERDASARKAN AL QURAN
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku.
Masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)
Ungkapan
lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga
disertai ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur
dengan rayuan semacam itu?
Kita bisa bekerja dengan keras saat
jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur’an. Tetapi di saat yang lain, kita
mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan disuruh
menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap. Untuk kondisi
seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan diri
kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi
kita untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur’an.
Berbagai permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur’an antara lain:
1. Kita sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan,
tetapi jiwa kita belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam
sebulan, begitu banyak hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah
Al-Qur’an.
2. Kita paham bahwa menghafal Al-Qur’an adalah
kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi jiwa kita belum siap untuk
meraihnya dengan mujahadah.
3. Kita sadar bahwa masih banyak
ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak siap untuk melakukan
berbagai langkah standar minimal untuk dapat memahami isi Al-Qur’an.
4. Kita sadar bahwa mengajarkan Al-Qur’an sangat besar fadhillahnya,
tetapi karena minimnya apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para
pengajar Al-Qur’an maka sangat sedikit yang siap menjadi pengajar
Al-Qur’an.
5. Kita paham bahwa shalat yang baik - khususnya
shalat malam - adalah shalat yang panjang dan sebenarnya kita mampu
membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita kadang tidak tertarik
terhadap besarnya fadhillah membaca Al-Qur’an di dalam shalat.
6. Kita sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur’an dan Allah Swt
akan memberikan kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya
yang panjang sehingga cenderung meninggalkan atau lari dari medan
dakwah.
7. Kita paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan
akhirat bagi manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, tetapi
fadhillah tersebut hanya menjadi pengetahuan, tidak mampu menghasilkan
energi yang besar untuk beristiqamah dalam berinteraksi dengan
Al-Qur’an.
8. Kita paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh
Islam di atas bumi ini adalah orang-orang yang telah berhasil dengan
ilmu Al-Qur’an dan merekapun menguasai kehidupan dunia, namun jiwa kita
enggan mempersiapkan generasi mendatang yang hidupnya berada di bawah
naungan Al-Qur’an.
Jangan pernah berhenti untuk merayu diri agar segera bangkit. Tanyakanlah pada diri kita:
1. Wahai diri, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Mengaku cinta
kepada Allah Swt tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan
Kalam-Nya. Bukankah ketika manusia cinta dengan manusia lain, ia menjadi
senang membaca suratnya bahkan berulang-ulang? Mengapa kamu begitu
berat dan enggap untuk hidup dengan wahyu Allah Swt? Adakah jaminan
bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih? Dengan apa lagi
kamu mampu meraih pahala Allah Swt? Infak cuma sedikit, jihad belum
siap, kalau tidak dengan Al-Qur’an, dengan apa lagi?
2. Wahai
jiwaku, siapa yang menjamin keamanan dirimu saat gentingnya suasana
akhirat? Padahal Rasulullah Saw menjamin bahwa Allah Swt akan memberikan
keamanan bagi manusia yang rajin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mulai
dari sakaratul maut hingga saat melewati shirat.
3. Wahai
jiwaku, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Dengan nikmat-Nya yang
demikian banyak, yang diminta maupun tidak, tidakkah kamu bersyukur
kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan memperbanyak membaca
Al-Qur’an?
4. Wahai jiwaku, sadarkah kamu ketika Allah Swt dan
Rasulnya mengajak dirimu memperbanyak hidup bersama Al-Qur’an? Untuk
siapakah manfaat amal tersebut? Apakah kamu mengira bahwa dengan banyak
membaca Al-Qur’an maka kemuliaan Allah dan Rasul-Nya menjadi bertambah?
Dan sebaliknya, jika kamu tidak membaca Al-Qur’an, kemuliaan itu
berkurang? Sekali-kali tidak. Semua yang kita baca dan lakukan, kitalah
yang paling banyak mendapatkan manfaatnya.
5. Wahai jiwa,
tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup
tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih
sedikit, jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum
mampu tilawah rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang
tidak mau bersama dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga
Al-Qur’an selalu menjauh dari dirimu.
6. Wahai jiwa, tidakkah
engkau tergiur untuk mengikuti kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabat
serta tabiin yang menjadi kenangan sejarah sepanjang zaman dalam
berinteraksi dengan Al-Qur’an? Jika hari ini kamu masih enggan
berinteraksi dengan Al-Qur’an apa yang akan dikenang oleh generasi yang
akan datang tentang dirimu?
Ungkapan di atas adalah perenungan
terhadap diri sendiri dalam urusan dunia dan akhirat, hal yang
dianjurkan oleh Allah Swt agar hidup kita tidak berlalu begitu saja
tanpa makna.
“….Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-nya
kepadamu supaya kamu berpikir. Tentang dunia dan akhirat…” (QS
Al-Baqarah [2]: 219-220)
SALAM DAN SENYUM SANTUN UKHUWAH FILLAH
.....^__^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar